NAMA :
NI KETUT MARTINI DEWI
NIM :
10.1.1.1.1.3893
JURUSAN :
PAH B / IV
SOAL :
1. 1.
Jelaskan tokoh – tokoh penyebar Siva Sidhanta dari India sampai pada ke Bali !
2.
2. Jelaskan kenapa kristalisasi semua sekte di Bali dengan mengatasnamakan Siva
Sidhanta !
3 3.
Jelaskan konsep kristalisasi yang di buat oleh Mpu Kuturan !
4.
4. Jelaskan konsep penyatuan Siva Sidhanta atau sekte – sekte dalam merajan !
5. Bagaimana anda
menyikapi terhadap fenomena menyontek dalam ujian, korupsi, teroris dalam Siva
Sidhanta?
JAWABAN
1. Ajaran Siva Siddhanta mempunyai cirri khas yang berbeda dengan sekte Siva yang lain. Sidhanta artinya kesimpulan sehingga Siwa Siddhanta artinya kesimpulan dari Siwaisme. Sekte Siva Siddhanta dipimpin oleh Maha Rsi Agastya di daerah Madyapradesh (India Tengah) kemudian menyebar ke Indonesia dan sampai ke Bali. Di Indonesia seorang Maha Rsi pengembang sekte ini yang berasal dari pasraman Agatya Madyapradesh. Pemantapam paham Siva Siddhanta di Bali dilakukan oleh dua tokoh terkemuka yaitu Mpu Kuturan/Danghyang Nirartha. Ada beberapa tokoh orang suci yang menerima wahyu Hyang Widhi di Bali sekitar abad ke delapan sampai ke empat belas yaitu:
a. Danghyang Markandeya
Pada abad ke-8 beliau mendapat wahyu di Gunung Di Hyang
(Dieng, Jawa Timur), bahwa bangunan pelinggih di Tolangkir (Besakih) harus
ditanami panca datu yang terdiri dari unsur-unsur emas, perak, tembaga, besi,
dan permata mirah. Setelah menetap di Taro, Tegal Lalang-Gianyar, beliau
memantapkan ajaran Siva Siddhanta kepada para pengikutnya dalam bentuk ritual :
Surya Sewana, Bebali, (banten) dan Pecaruan. Karena semua ritual menggunakan
banten atau bebali maka ketika itu agama ini dinamakan Agama Bali.
b.M Mpu Sangkulputih
Setelah Danghyang Markandeya moksa, Mpu Sangkulputih
meneruskan dan melengkapi ritual Bebali antara lain dengan membuat variasi dan
dekorasi yang menarik untuk berbagai jenis banten dengan menambahkan
unsur-unsur tetumbuhanlainnya seperti: daun sirih, daun pisang, daun janur,
buah-buahan; pisang, kelapa dan biji-bijian: beras, injin, kacang komak. Bentuk
banten yang diciptakan antara lain canang sari, canang tubugan, canang raka,
daksina, peras, penyeneng, tehenan, segehan, lis, nasi panca warna, prayascita,
durmenggala, pungu-pungu, beakala, ulap ngambe, dll. Di samping itu beliau juga
mendidik para pengikutnya menjadi sulinggih dengan gelar Dukuh, Prawayah, dan
Kayaban. Beliau juga pelopor pembuatan acra/pralingga dan patung-patung Dewa
yang dibuat dari bahan batu, kayu, atau logam sebagai alat konsentrasi dalam
pemujaan Hyang Widhi.
c. Mpu Kuturan
Beliau datang ke Bali pada abad ke-11 dari Majapahit.
Atas wahyu Hyang Widhi beliau mempunyai pemikiran-pemikiran cemerlang mengajak
umat Hindu di Bali mengembangkan konsep Trimurti dalam wujud simbol palinggih
Kemulan Ring Tiga di tiap perumahan, Pura Kahyangan Tiga di tiap Desa Adat, an
pembangunan Pura-Pura Kiduling Kreteg (Brahma), Batumadeg (Wisnu), dan Gelap
(Siwa), serta Padma Tiga, di Besakih. Paham Trimurti adalah pemujaan
manifestasi Hyang Widhi dalam posisi horizontal (pangider-ider).
Mpu
Manik Angkeran
Beliau adalah Brahmana dari Majapahit putra Danghyang
Siddimantra. Dengan maksud agar putranya ini tidak kembali ke Jawa dan untuk
melindungi Bali dari pengaruh luar, maka tanah genting yang menghubungkan Jawa
dan Bali diputus dengan memakai kekuatan bathin Danghyang Siddimantra. Tanah
genting yang putus itu disebut Segara Rupek.
e. Mpu Jiwaya
Beliau menyebarkan Agama Budha Mahayana aliran Tantri
terutama pada kaum bangsawan di zaman Dinasti Warmadewa (abad ke-9). Sisa-sisa
ajaran itu kini dijumpai dalam bentuk kepercayaan kekuatan mistik yang
berkaitan dengan keangkeran (tenget) dan pemasupati untuk kesaktian
senjata-senjata alat perang, topeng, barong, dll.
f. D Hanghyang Dwijendra
Datang ke Bali pada abad ke-14 dari desa Keling di Jawa,
beliau adalah keturunan Brahmana Buddha tetapi beralih menjadi Brahmana Siwa,
ketika Kerajaan bali Dwipa dipimpin oleh Dalem Waturenggong. Beliau mendapat
wahyu di Purancak, Jembrana bahwa di Bali perlu dikembangkan paham Tripurusa
yakni pemujaan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Siwa. Sadha Siwa, dan
Parama Siwa. Bentuk bangunan pemujaan adalah Padmasari atau Padmasana.
2.
Semua sekte di Bali dengan mengatasnamakan siwa sidhata ialah karena aliran
siwa sidhanta merupakan aliran atau
sekte yang sangat dominan di Bali dan sebagai suatu wadah atau mencakup semua
aliran yang ada. Sebab siwa sidhanta merupakan sekte yang mengambil semua sekte
yang tersebar di Bali. Dengan mengatasnamakan siwa sidhanta agar dapat mencegah suatu ketidak harmonisan, dalam
menganut sekte-sekte.
3. Mpu Kuturan berasal dari Jawa Timur
membangun asrama pertapaan di Puran Silayukti di Teluk Pdangbai di Pantai
SelatanKarangasem. Beliau mengajar dan memberikan nasehat sekalian masyarakat
Bali tentang silakrama – pengetahuan falsafah dunia besar dan dunia kecil
termasuk Tuhan dan jiwatma manusia, karma phala, wali – wali, wali – wali
majadma, terutama dalam hal membangun kahyangan – kahyangan dan pelinggih –
pelinggih (bangunan suci). Bhatara roh yang suci leluhur dan menyebar anak
keturunan Sang Sapta Mpu (tujuh Pendeta) yang kemudian berkedudukan sebagai
para Ksatria Bali, yang terkenal dengan sebutan warga Pasek, di seluruh pelosok
Bali sebagai pemimpin pemerintahan yang berdasarkan Agama dengan dibekali
ajaran Kusuma Dewa, Widhi Sastra dan Sangkara Yuga. Sejak itu orang – orang
Pasek disebut Pangeran Desa (Bendesa) yang mengatur pemerintahan Agama di desa
– desa dengan jalan membangun pelinggih – pelinggih, pura, kahyangan yang
dibuat dari batu atau kayu yang dipahat indah. Kepandaian memahat batun dan
kayu sehingga menjadi arca atau patung, telah lama dijalankan oleh seniman –
seniman Indonesia, sebelum menerima
pengaruh asing berupa Agama Hindu dan Budhadari tanah luaran. Kegemaran memahat
batu dan kayu itu memang umum di Indonesia, baik sebelum atau sesudah peradaban
asingmasuk kemari. Seni pahat seperti berlaku dan diciptakan di pulau Bali pada
waktu kini dan membuat lukisan ceritera sebagai hiasan candi – candi Borobudur,
Prambanan dan Penataran. (dipetik dari kitab 6000 tahun Sang Saka Merah Putih
oleh : Mr. Muhamad Yamin, muka 72)
Pada abad ke- 11 Mpu Kuturan seorang
Brahmana Budha dari Majapahit datang ke Bali. Beliau sangat berperan besar pada
kemajuan Agama Hindu di Bali, pada saat itu beliau mampu menyatukan berbagai
macam aliran atau sekte yang berkembang di Bali. Atas wahyu Hyang Widhi beliau
mempunyai pemikiran – pemikiran cemerlang mengajak umat Hindu di Bali
mengembangkan konsep Tri Murti dalam wujud simbol sanggah Kemulan, Taksu dan
Tugu (jenis bangunan suci) di setiap pekarangan rumah untuk kesejahteraan rumah
tangga. Sanggah Pemerajan (juga jenis kelompok bangunan suci), untuk satu
ikatan jiwa dalam satu famili agar hidup rukun gotong royong, tenggang –
menunggang, sela – sekata dalam menghadapi suka – duka gelombnag hidup dalam
masyarakat, dengan mengisi bangunan – banguna kecildi dalamnya yang disebut
pelinggih – pelinggih. Misalnya : Sanggah Surya (Luhuring Akasa), Sanggah
Kemulan, Kawitan dan pelinggih – pelinggih Sad Kahyangan. Jika seseorang
diantaranya meninggal, semua bela sungkawa, menganggap diri cuntaka atau sebel
(kotor Batiniah).
4.
konsep penyatuan Siva sidhanta atau sekte-sekte dalam merajan saya dan
merupakan keyakinan keluarga saya adalah :
Sebelum
menginjak kepada pertanyaan, alangkah baiknya kita mengetahui apa arti merajan.
Merajan yang terdapat disebuah keluarga
Hindu di Bali artinya sebuah tempat suci yang dibuat berdasarkan konsep Tri
Angga, Tri mandala, dan Tri Hita Karana. Dimana merupakan sebuah tempat untuk
memuja Tuhan dan roh nenek leluhur.
Pelinggih
yang terdapat dalam merajan saya antara lain :
a. Sanggah
Kemulan Rong Tiga (Sang Hyang Tiga Sakti Kemulan)
Sanggah
Kemulan adalah Ida Sang Hyang Atma, kita percaya bahwa leluhur kita bersemayam
di sanggah kemulan ini. Dalam sanggah Kemulan ini terdiri dari rong yakni sebelah kanan adalah ayah atau
purusa dalam Paramatma, sebelah kiri adalah ibu atau pradana sebagai siwatman,
dan di tengah adalah Tri Brahma yang menjadi ibu dan ayah berbadan Sang Hyang
Tuduh. (Lontar Usana Dewa). Bagian kanan ayah adalah Sang Paratma dan sebelah
kiri adalah ibu sebgai Siwatma dan di tangah adalah menjadi satu dan disebut
Sang Hyang Tunggal. ( Lontar Gong Wesi). Dan juga sebagai tempat pemujaan Dewa
Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa. Dan karena Dewa Siwa Berstana disana maka
otomatis menganut sekte Siva Sidanta.
b.Surya
adalah tempat pemujaan terhadap bhatara Surya, fungsinya untuk melindungi
seluruh anggota keluarga. Surya atau Padmasana
bersumber pada kitab- kitab Weda (Sruti dan Smrti) serta kitab- kitab yang
memuat ajaran Siwa Sidanta, secara khusus dimuat dalam Lontar Anda bhuwana,
Padma bhuwana, dan Adi Parwa. Pada prinsip Padmasana adalah pengejawantahan
bhuwana agung (alam raya) sebagai stana Ida Sanghyang Widhi. Bhuwana Agung
disimbulkan dengan Bedawang Nala (Kurma Agni) yang dililit oleh Naga yang
menyangga lingga. Adi Parwa menceritakan pencarian Amerta dengan memutarkan
Mandara Giri/ Gunung Mandara di dalam Ksirarnawa (lautan susu). Dalam pemutaran
Mandara Gin tersebut Naga Anantabhoga mencabut gunung Mandara, Bedawang Nala
menyangganya, Naga Basuki melilit, dan para Dewa dan raksasa memutarnya.
Akhirnya Wisnu yang mengendarai Garuda menguasai Amerta tersebut. Surya ini di
adopsi dari sekte Sora
c.
Penuun karang berfungsi sebagai Wigna,
yaitu penghalang gangguan dari hal – hal yang negatif dan diadopsi sebagai
sekte Gonapatya. Ganapatya ini merupakan salah satu dari lima sekte Hindu yang
utama, sejalan dengan aliran Saiwisme, Saktisme, Waisnawisme, dan Smartisme
yang mengikuti filsafat Adwaita. Meski sekte Ganapatya tidak sebesar empat
sekte yang pertama, namun sekte itu telah memberikan pengaruh. Di dalam penuun
karang juga pemujaan terhadap Sang Hyang Ibu Pertiwi dan pemujaan ini di adopsi
dari sekte waisnawa yani Dewi Sri adalah sakti dari Dewa Wisnu sedang Wisnu diyakini
sebagai pemelihara alam semesta.
5. Fenomena menyontek dalam ujian, korupsi dan
terorisme dalam ajaran Siva Sidhanta yaitu menurut pandangan saya merupakan
suatu kebiasaan seseorang yang sulit dihilangkan karena sudah menjadi suatu hal
yang mendarah daging di dalam diri seseorang walaupun hal tersebut sangat jelas
sekali sangat menyimpang dan dilarang oleh Agama. Sehingga dapat kita tarik
kesimpulan bahwa unsur acetana lebih
besar daripada unsur cetana yang ada di diri seseorang yang melakukan hal
tersebut sudah tidak murni melainkan telah terpengaruh oleh panca klesa. Dimana
cetana itu berarti sumber kejiwaan atau spiritual yang suci murni maka sifatnya
adalah mutlak dan kekal abadi, sehingga dalam hinduisme cetana disebut Siwa
tatwa, sedangkan acetana adalah elemen dasar material yang membentuk berbagai
wujud sesuatu beserta dengan sifatnya masing – masing dari tingkatan yang
terhalus sampai pada tingkatan yag terbesar yang disebut Maya tatwa dan panca klesa artinya lima macam kotoran yang
melekat di dalam diri seseorang.Bagian – bagian dari panca klesa adalah
a.
Avidya yang berarti kebodohan atau
ketidaktahuan (dalam arti paling luhur)
b.
Asmita yang berarti mengindentifikasi
badan atau juga keakuan dan kesombongan
c.
Raga yang berarti ketertarikatan pada
sesuatu karena cinta atau juga keterikatan
d.
Dvesa yang berarti daya tolak yang
menyertai rasa sakit
e.
Abhinivesah yang berarti yang berarti
dengan sekuat tenaga berusaha mempertahankan hidup dalam suatu badan atau takut
akan kematian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar