Selasa, 10 Desember 2013

NAMA : NI KETUT MARTINI DEWI 
NIM : 10.1.1.1.1.3893 
JURUSAN : PAH B / IV 
SOAL : 
1. Jelaskan tokoh – tokoh penyebar Siva Sidhanta dari India sampai pada ke Bali! 
2. Jelaskan kenapa kristalisasi semua sekte di Bali dengan mengatasnamakan Siva Sidhanta ! 
3. Jelaskan konsep kristalisasi yang di buat oleh Mpu Kuturan ! 4. Jelaskan konsep penyatuan Siva Sidhanta atau sekte – sekte dalam merajan ! 5. Bagaimana anda menyikapi terhadap fenomena menyontek dalam ujian, korupsi, teroris dalam Siva Sidhanta? JAWABAN 1. Ajaran Siva Siddhanta mempunyai cirri khas yang berbeda dengan sekte Siva yang lain. Sidhanta artinya kesimpulan sehingga Siwa Siddhanta artinya kesimpulan dari Siwaisme. Sekte Siva Siddhanta dipimpin oleh Maha Rsi Agastya di daerah Madyapradesh (India Tengah) kemudian menyebar ke Indonesia dan sampai ke Bali. Di Indonesia seorang Maha Rsi pengembang sekte ini yang berasal dari pasraman Agatya Madyapradesh. Pemantapam paham Siva Siddhanta di Bali dilakukan oleh dua tokoh terkemuka yaitu Mpu Kuturan/Danghyang Nirartha. Ada beberapa tokoh orang suci yang menerima wahyu Hyang Widhi di Bali sekitar abad ke delapan sampai ke empat belas yaitu: a.Danghyang Markandeya Pada abad ke-8 beliau mendapat wahyu di Gunung Di Hyang (Dieng, Jawa Timur), bahwa bangunan pelinggih di Tolangkir (Besakih) harus ditanami panca datu yang terdiri dari unsur-unsur emas, perak, tembaga, besi, dan permata mirah. Setelah menetap di Taro, Tegal Lalang-Gianyar, beliau memantapkan ajaran Siva Siddhanta kepada para pengikutnya dalam bentuk ritual : Surya Sewana, Bebali, (banten) dan Pecaruan. Karena semua ritual menggunakan banten atau bebali maka ketika itu agama ini dinamakan Agama Bali. b.Mpu Sangkulputih Setelah Danghyang Markandeya moksa, Mpu Sangkulputih meneruskan dan melengkapi ritual Bebali antara lain dengan membuat variasi dan dekorasi yang menarik untuk berbagai jenis banten dengan menambahkan unsur-unsur tetumbuhanlainnya seperti: daun sirih, daun pisang, daun janur, buah-buahan; pisang, kelapa dan biji-bijian: beras, injin, kacang komak. Bentuk banten yang diciptakan antara lain canang sari, canang tubugan, canang raka, daksina, peras, penyeneng, tehenan, segehan, lis, nasi panca warna, prayascita, durmenggala, pungu-pungu, beakala, ulap ngambe, dll. Di samping itu beliau juga mendidik para pengikutnya menjadi sulinggih dengan gelar Dukuh, Prawayah, dan Kayaban. Beliau juga pelopor pembuatan acra/pralingga dan patung-patung Dewa yang dibuat dari bahan batu, kayu, atau logam sebagai alat konsentrasi dalam pemujaan Hyang Widhi. c.Mpu Kuturan Beliau datang ke Bali pada abad ke-11 dari Majapahit. Atas wahyu Hyang Widhi beliau mempunyai pemikiran-pemikiran cemerlang mengajak umat Hindu di Bali mengembangkan konsep Trimurti dalam wujud simbol palinggih Kemulan Ring Tiga di tiap perumahan, Pura Kahyangan Tiga di tiap Desa Adat, an pembangunan Pura-Pura Kiduling Kreteg (Brahma), Batumadeg (Wisnu), dan Gelap (Siwa), serta Padma Tiga, di Besakih. Paham Trimurti adalah pemujaan manifestasi Hyang Widhi dalam posisi horizontal (pangider-ider). d.Mpu Manik Angkeran Beliau adalah Brahmana dari Majapahit putra Danghyang Siddimantra. Dengan maksud agar putranya ini tidak kembali ke Jawa dan untuk melindungi Bali dari pengaruh luar, maka tanah genting yang menghubungkan Jawa dan Bali diputus dengan memakai kekuatan bathin Danghyang Siddimantra. Tanah genting yang putus itu disebut Segara Rupek. e.Mpu Jiwaya Beliau menyebarkan Agama Budha Mahayana aliran Tantri terutama pada kaum bangsawan di zaman Dinasti Warmadewa (abad ke-9). Sisa-sisa ajaran itu kini dijumpai dalam bentuk kepercayaan kekuatan mistik yang berkaitan dengan keangkeran (tenget) dan pemasupati untuk kesaktian senjata-senjata alat perang, topeng, barong, dll. f.Danghyang Dwijendra Datang ke Bali pada abad ke-14 dari desa Keling di Jawa, beliau adalah keturunan Brahmana Buddha tetapi beralih menjadi Brahmana Siwa, ketika Kerajaan bali Dwipa dipimpin oleh Dalem Waturenggong. Beliau mendapat wahyu di Purancak, Jembrana bahwa di Bali perlu dikembangkan paham Tripurusa yakni pemujaan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Siwa. Sadha Siwa, dan Parama Siwa. Bentuk bangunan pemujaan adalah Padmasari atau Padmasana. 2. Semua sekte di Bali dengan mengatasnamakan siwa sidhata ialah karena aliran siwa sidhanta merupakan aliran atau sekte yang sangat dominan di Bali dan sebagai suatu wadah atau mencakup semua aliran yang ada. Sebab siwa sidhanta merupakan sekte yang mengambil semua sekte yang tersebar di Bali. Dengan mengatasnamakan siwa sidhanta agar dapat mencegah suatu ketidak harmonisan, dalam menganut sekte-sekte. 3. Mpu Kuturan berasal dari Jawa Timur membangun asrama pertapaan di Puran Silayukti di Teluk Pdangbai di Pantai SelatanKarangasem. Beliau mengajar dan memberikan nasehat sekalian masyarakat Bali tentang silakrama – pengetahuan falsafah dunia besar dan dunia kecil termasuk Tuhan dan jiwatma manusia, karma phala, wali – wali, wali – wali majadma, terutama dalam hal membangun kahyangan – kahyangan dan pelinggih – pelinggih (bangunan suci). Bhatara roh yang suci leluhur dan menyebar anak keturunan Sang Sapta Mpu (tujuh Pendeta) yang kemudian berkedudukan sebagai para Ksatria Bali, yang terkenal dengan sebutan warga Pasek, di seluruh pelosok Bali sebagai pemimpin pemerintahan yang berdasarkan Agama dengan dibekali ajaran Kusuma Dewa, Widhi Sastra dan Sangkara Yuga. Sejak itu orang – orang Pasek disebut Pangeran Desa (Bendesa) yang mengatur pemerintahan Agama di desa – desa dengan jalan membangun pelinggih – pelinggih, pura, kahyangan yang dibuat dari batu atau kayu yang dipahat indah. Kepandaian memahat batun dan kayu sehingga menjadi arca atau patung, telah lama dijalankan oleh seniman – seniman Indonesia, sebelum menerima pengaruh asing berupa Agama Hindu dan Budhadari tanah luaran. Kegemaran memahat batu dan kayu itu memang umum di Indonesia, baik sebelum atau sesudah peradaban asingmasuk kemari. Seni pahat seperti berlaku dan diciptakan di pulau Bali pada waktu kini dan membuat lukisan ceritera sebagai hiasan candi – candi Borobudur, Prambanan dan Penataran. (dipetik dari kitab 6000 tahun Sang Saka Merah Putih oleh : Mr. Muhamad Yamin, muka 72) Pada abad ke- 11 Mpu Kuturan seorang Brahmana Budha dari Majapahit datang ke Bali. Beliau sangat berperan besar pada kemajuan Agama Hindu di Bali, pada saat itu beliau mampu menyatukan berbagai macam aliran atau sekte yang berkembang di Bali. Atas wahyu Hyang Widhi beliau mempunyai pemikiran – pemikiran cemerlang mengajak umat Hindu di Bali mengembangkan konsep Tri Murti dalam wujud simbol sanggah Kemulan, Taksu dan Tugu (jenis bangunan suci) di setiap pekarangan rumah untuk kesejahteraan rumah tangga. Sanggah Pemerajan (juga jenis kelompok bangunan suci), untuk satu ikatan jiwa dalam satu famili agar hidup rukun gotong royong, tenggang – menunggang, sela – sekata dalam menghadapi suka – duka gelombnag hidup dalam masyarakat, dengan mengisi bangunan – banguna kecildi dalamnya yang disebut pelinggih – pelinggih. Misalnya : Sanggah Surya (Luhuring Akasa), Sanggah Kemulan, Kawitan dan pelinggih – pelinggih Sad Kahyangan. Jika seseorang diantaranya meninggal, semua bela sungkawa, menganggap diri cuntaka atau sebel (kotor Batiniah). 4. konsep penyatuan Siva sidhanta atau sekte-sekte dalam merajan saya dan merupakan keyakinan keluarga saya adalah : Sebelum menginjak kepada pertanyaan, alangkah baiknya kita mengetahui apa arti merajan. Merajan yang terdapat disebuah keluarga Hindu di Bali artinya sebuah tempat suci yang dibuat berdasarkan konsep Tri Angga, Tri mandala, dan Tri Hita Karana. Dimana merupakan sebuah tempat untuk memuja Tuhan dan roh nenek leluhur. Pelinggih yang terdapat dalam merajan saya antara lain : a.Sanggah Kemulan Rong Tiga (Sang Hyang Tiga Sakti Kemulan) Sanggah Kemulan adalah Ida Sang Hyang Atma, kita percaya bahwa leluhur kita bersemayam di sanggah kemulan ini. Dalam sanggah Kemulan ini terdiri dari rong yakni sebelah kanan adalah ayah atau purusa dalam Paramatma, sebelah kiri adalah ibu atau pradana sebagai siwatman, dan di tengah adalah Tri Brahma yang menjadi ibu dan ayah berbadan Sang Hyang Tuduh. (Lontar Usana Dewa). Bagian kanan ayah adalah Sang Paratma dan sebelah kiri adalah ibu sebgai Siwatma dan di tangah adalah menjadi satu dan disebut Sang Hyang Tunggal. ( Lontar Gong Wesi). Dan juga sebagai tempat pemujaan Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa. Dan karena Dewa Siwa Berstana disana maka otomatis menganut sekte Siva Sidanta. b.Surya adalah tempat pemujaan terhadap bhatara Surya, fungsinya untuk melindungi seluruh anggota keluarga. Surya atau Padmasana bersumber pada kitab- kitab Weda (Sruti dan Smrti) serta kitab- kitab yang memuat ajaran Siwa Sidanta, secara khusus dimuat dalam Lontar Anda bhuwana, Padma bhuwana, dan Adi Parwa. Pada prinsip Padmasana adalah pengejawantahan bhuwana agung (alam raya) sebagai stana Ida Sanghyang Widhi. Bhuwana Agung disimbulkan dengan Bedawang Nala (Kurma Agni) yang dililit oleh Naga yang menyangga lingga. Adi Parwa menceritakan pencarian Amerta dengan memutarkan Mandara Giri/ Gunung Mandara di dalam Ksirarnawa (lautan susu). Dalam pemutaran Mandara Gin tersebut Naga Anantabhoga mencabut gunung Mandara, Bedawang Nala menyangganya, Naga Basuki melilit, dan para Dewa dan raksasa memutarnya. Akhirnya Wisnu yang mengendarai Garuda menguasai Amerta tersebut. Surya ini di adopsi dari sekte Sora c.Penuun karang berfungsi sebagai Wigna, yaitu penghalang gangguan dari hal – hal yang negatif dan diadopsi sebagai sekte Gonapatya. Ganapatya ini merupakan salah satu dari lima sekte Hindu yang utama, sejalan dengan aliran Saiwisme, Saktisme, Waisnawisme, dan Smartisme yang mengikuti filsafat Adwaita. Meski sekte Ganapatya tidak sebesar empat sekte yang pertama, namun sekte itu telah memberikan pengaruh. Di dalam penuun karang juga pemujaan terhadap Sang Hyang Ibu Pertiwi dan pemujaan ini di adopsi dari sekte waisnawa yani Dewi Sri adalah sakti dari Dewa Wisnu sedang Wisnu diyakini sebagai pemelihara alam semesta. 5. Fenomena menyontek dalam ujian, korupsi dan terorisme dalam ajaran Siva Sidhanta yaitu menurut pandangan saya merupakan suatu kebiasaan seseorang yang sulit dihilangkan karena sudah menjadi suatu hal yang mendarah daging di dalam diri seseorang walaupun hal tersebut sangat jelas sekali sangat menyimpang dan dilarang oleh Agama. Sehingga dapat kita tarik kesimpulan bahwa unsur acetana lebih besar daripada unsur cetana yang ada di diri seseorang yang melakukan hal tersebut sudah tidak murni melainkan telah terpengaruh oleh panca klesa. Dimana cetana itu berarti sumber kejiwaan atau spiritual yang suci murni maka sifatnya adalah mutlak dan kekal abadi, sehingga dalam hinduisme cetana disebut Siwa tatwa, sedangkan acetana adalah elemen dasar material yang membentuk berbagai wujud sesuatu beserta dengan sifatnya masing – masing dari tingkatan yang terhalus sampai pada tingkatan yag terbesar yang disebut Maya tatwa dan panca klesa artinya lima macam kotoran yang melekat di dalam diri seseorang.Bagian – bagian dari panca klesa adalah a.Avidya yang berarti kebodohan atau ketidaktahuan (dalam arti paling luhur) b.Asmita yang berarti mengindentifikasi badan atau juga keakuan dan kesombongan c.Raga yang berarti ketertarikatan pada sesuatu karena cinta atau juga keterikatan d.Dvesa yang berarti daya tolak yang menyertai rasa sakit e.Abhinivesah yang berarti yang berarti dengan sekuat tenaga berusaha mempertahankan hidup dalam suatu badan atau takut akan kematian.